1. Sejarah dan Perkembangan Kain Songket
Palembang memiliki sejarah yang panjang, mulai dari kejayaan
kerajaan Sriwijaya sampai Kesultanan Palembang Darussalam. Kerajaan Sriwijaya
pada masa kejayaannya sekitar abad ke 7 Masehi menjadi cikal bakal kota yang
terletak di tepian sungai Musi ini. Banyak peninggalan tak ternilai berasal
dari kerajaan terkenal itu, salah satunya adalah budaya wastra (kain) yang
indah,songket. Keberadaan kain songket menunjukan sebuah tingkat kebudayaan
yang tinggi, sebab dalam kain ini tersimpan berbagai hal seperti bahan yang
digunakan, cara pengerjaan, makna yang terkandung di dalamnya sekaligus cara
penggunaanya dan tingkatan orang yang memakainya.
Keberadaan kain songket Palembang merupakan salah satu bukti
peninggalan kerajaan Sriwijaya yang mampu penguasai perdagangan di Selat Malaka
pada zamannya. Para ahli sejarah mengatakan bahwa kerajaan Sriwijaya sekitar
abad XI setelah runtuhnya kerajaan Melayu memegang hegemoni perdagangan laut
dengan luar negeri, diantara negara yang mempunyai hubungan dagang dengan
kerajaan Sriwijaya adalah India, Cina, Arab dll. Keberadaan hegemoni
perdagangan ini menunjukan sebuah kebesaran kerajaan maritim di nusantara pada
masa itu. Keadaan geografis yang berada di lalu lintas antara jalut perdagangan
Cina dan India membuat kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim dan
perdagangan internasional.
Gemerlap warna dan kilauan emas yang terpancar pada kain tenun ini,
memberikan nilai tersendiri dan menunjukan sebuah kebesaran dari orang-orang
yang membuat kain songket. Apabila kita melihat rangkaian benang yang tersusun
dan teranyam rapih lewat pola simetris, menunjukan bahwa kain ini dibuat dengan
keterampilan masyarakat yang memahami berbagai cara untuk membuat kain bermutu,
yang sekaligus mampu menghias kain dengan beragam desain. Kemampuan ini tidak
semua orang mampu mengerjakannya, keahlian dan ketelitian mutlak diperlukan
untuk membuat sebuah kain songket. Pengetahuan ini biasanya diperoleh dengan
cara turun temurun dari generasi ke generasi selanjutnya.
Menurut para ahli sejarah, seperti dikutip oleh Agung S dari Team
Peneliti ITT Bandung dalam bukunya yang berjudul “Pengetahuan Barang Tekstil” (
1977:209 ), mengatakan bahwa sejak zaman Neolithikum, di Indonesia sudah
mengenal cara membuat pakaian. Dari alat-alat peninggalan zaman Neolithikum
tersebut dapat diketahui bahwa kulit kayu merupakan pakaian manusia pada zaman
prasejarah di Indonesia. Alat yang digunakan adalah alat pemukul kulit kayu
yang dibuat dari batu,seperti yang terdapat pada koleksi Museum Pusat Jakarta.
Disamping pakaian dari kulit kayu, dikenal juga bahan pakaian dengan mengunakan
kulit binatang yang pada umumnya dipakai oleh laki–laki sebagai pakaian untuk
upacara ataupun pakaian untuk perang. Sejak zaman prasejarah nenek moyang
bangsa Indonesia juga sudah mengenal teknik menenun. Hal tersebut diperkuat
dengan adanya penemuan tembikar dari zaman prasejarah yang didalamnya terdapat
bentuk hiasan yang terbuat dari kain tenun kasar.
Kemakmuran dizaman itu terlihat dari adanya kerajaan Sriwijaya yang
menghasilkan berbagai kain songket, dimana pada masa itu diperkirakan gemerlap
warna kain songket untuk para pejabat kerajaan khususnya untuk raja di berikan
sulaman berbahan emas. Sebagai kerajaan yang kaya dengan emas dan berbagai
logam mulai lainnya, sebagian emas-emas tersebut dikirim kenegeri Siam
(Thailand) untuk dijadikan benang emas yang kemudian dikirim kembali kekerajaan
Sriwijaya, oleh para perajin benang emas tersebut ditenun dengan menggunakan
benang sutra berwarna yang pada masa itu diimpor dari Siam (Thailand), India
dan Tiongkok (Cina). Perdagangan internasional membawa pengaruh besar dalam hal
pengolahan kain songket terutama dalam memadukan bahan yang akan digunakan
sebagai kain songket. Kain Songket untuk Raja dan kelurganya tentu memerlukan
bahan dan pengerjaan yang lebih, benang sutra yang dilapisi emas menjadi bahan
yang menonjol dalam pembuatanya, sehingga menghasilkan sebuah kain songket
gemerlap, yang menunjukan sebuah kebesaran dan kekayaan yang tidak terhingga.
Hubungan dagang internasional itu mengantarkan kerajaan Sriwijaya kepada
kerajaan yang terbuka terhadap pengaruh dari luar, adanya hubungan dagang
dengan Negara tetangga secara tidak langsung mempengaruhi kebdayaan setempat.
Sebagai akibat dari adanya pertukaran barang dalam perdagangan telah
mempengaruhi corak atau motif kain songket yang dihasilkan didaerah Palembang.
Banyaknya pengaruh kesenian yang dibawa oleh para pedagang tersebut yang
diantaranya berasal dari Timur Tengah dan Tiongkok ( Cina ) mempengaruhi motif
dalam desain kain songket Palembang. Salah satunya adalah agama Islam yang
dibawa oleh pedagang dari Timur tengah,walaupun dalam kesenian Islam tidak
diperbolehkan mewujudkan mahluk hidup, tetapi didalam desain kain songket
tampak dibuat binatang binatang tertentu. Seperti misalnya berbagai jenis
burung, reptilia dan naga. Motif bunga manggis dalam desain kain songket juga
terdapat pada relief-relief candi Prambanan dari abad kesembilan dan kesepuluh,
para ahli memperkirakan ada persamaan dengan motif yang ada dalam desain
songket Palembang dan ini merupakan bukti peninggalan sejarah dari zaman Hindu
di Indonesia yang terdapat dalam desain kain songket Palembang hingga saat ini.
Setelah melemahnya kerajaan-kerajaan di nusantara khususnya di
Palembang dan datangnya penjajahan Belanda, telah terjadi perubahan pada
struktur kehidupan masyarakat sampai menjelang Perang Dunia II, keberadaan kain
songket sempat mengalami kemunduran karena sulitnya bahan baku yang diperlukan.
Namun, keberadaan kain songket yang merupakan peninggalan sejarah bangsa
Indonesia masih tetap dipertahankan terutama karena masih mendapat tempat dalam
kehidupan masyarakat. Bertahannya kain songket ini, selain memiliki bentuk yang
indah juga memiliki nilai-nilai historis yang panjang dalam sejarah bangsa ini,
kebesaran kerajaan Sriwijaya tidak akan terlepas dari keberadaan kain songket.
Keberadaan kain songket ini telah ikut membesarkan kerajaan Sriwijaya melalui
sebuah perdagangan internasional.
Perginya Belanda dari tanah nusantara dan datangnya penjajahan
Jepang dan masa Revolusi sampai dengan tahun 1950, terus menghantarkan
kerajinan kain songket pada titik yang menghawatirkan karena sulitnya
mendapatkan bahan baku dan pemasaran hasil produksi songket tersebut. Pada masa
penjajahan Jepang, Indonesia mengalami pemerasan sehingga bahan baku yang
digunakan untuk membuat kain songket sangat sulit diperoleh. Menjelang tahun
1950 dan sesudahnya, kerajinan kain songket sudah mulai diusahakan kembali
secara keci-kecilan dengan cara mencabut kembali benang emas dan benang perak
dari tenunan kain songket yang lama ( yang sudah tidak dipakai lagi ) karena
kain sutera sebagai dasarnya sudah lapuk untuk mendapatkan tenunan kain songket
yang baru, keadaan ini berlangsung hingga tahun 1966. Barulah sekitar tahun
1966 (akhir), usaha kerajinan songket mulai banyak dikerjakan lagi oleh para
perajin kain songket seperti masa-masa lampau dengan banyaknya benang-benang
sutera impor yang datang dari luar negeri, seperti Cina dan Taiwan melalui
pedagang-pedagang dari Singapura dan benang-benang emas dari India, Perancis,
Jepang dan Jerman. Kain songket Palembang telah banyak mengalami jatuh bangun
dalam usahanya mempertahankan peninggalan kebudayaan masa lampau. Namun tetap
bertahan hingga saat sekarang ini. Keberadaan kain songket ini, merupakan salah
satu aset bangsa yang sangat besar dan harus dijaga dengan baik keberadaanya.
Kain songket ini telah menjadi ciri khas dari kota Palembang dan merupakan
bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sangat kaya akan
peninggalan dan kebudayaan baik dalam bentuk kain maupun yang lainnya.
2. Jenis-jenis
Motif Kain Songket Palembang
Pemakaian kain songket pada umumnya dipakai sebagai
pakaian adat masyarakat Palembang untuk menghadiri upacara perkawinan, upacara
cukur rambut bayi dan sebagai busana penari Gending Sriwijaya (Tarian selamat
datang). Menurut Djamarin.dkk dari Team ITT Bandung ( 1977:217-218 ) meyebutkan
tentang jenis-jenis motif kain songket Palembang, diantaranya adalah:
a. Songket Lepus
Lepus
berarti menutupi, jadi pengertian kain songket lepus adalah songket yang
mempunyai benang emasnya hampir menututpi seluruh bagian kain. Benang emasnya
dengan kualitas tinggi didatangkan dari China. Kadangkala benang emas ini
diambil dari kain songket yang sudah sangat tua (ratusan tahun) karena kainnya
menjadi rapuh, benang emas disulam kembali ke kain yang baru. Kualitas jenis
songket lepus merupakan kualitas yang tertinggi dan termahal harganya. Sesuai
dengan gambar motifnya, maka kain songket lepus inipun bermacam-macam namanya,
antara lain songket lepus lintang (bergambar bintang), songket lepus buah
anggur, songket lepus berantai, songket lepus ulir, dan lain-lain.
Songket Lepus
Gambar
1. Songket Lepus ( Sumber Zainal Songket )
b.
Songket
Tawur
Pada
desain songket tawur yaitu kain yang pada motifnya tidak menutupi seluruh
permukaan kain tetapi berkelompok-kelompok dan letaknya menyebar
(bertabur/tawur). Benang pakan sebagai pembentuk motif tidak disisipkan dari
pinggir kepinggir kain seperti pada halnya penenunan kain songket yang biasa,
tetapi hanya berkelompok–kelompok saja. Sama halnya dengan songket lepus,
songket tawur pun bermacam-macam namanya antara lain songket tawur lintang,
songket tawur tampak manggis, songket tawur nampan perak, dan lain-lain.
Songket Tawur
Gambar 2. Songket Tawur ( Sumber Museum Tekstil DKI Jakarta )
Gambar 2. Songket Tawur ( Sumber Museum Tekstil DKI Jakarta )
c. Songket Tretes Mender
Pada
kain songket jenis ini tidak dijumpai suatu gambar motif pada bagian tengah
kain (polosan). Motif-motif yang terdapat dalam songket tretes mender hanya ada
pada kedua ujung pangkal dan pada pinggir-pinggir kain.
Songket Tretes Mender
Gambar Songket Tretes Mender (
Sumber Zainal Songket )
d. Songket Bungo Pacik
Pada
kain songket jenis ini, sebagian besar motifnya terbuat dari benang emas yang
digantikan dengan benang kapas putih, sehingga tenunan benang emasnya tidak
banyak lagi dan hanya dipakai sebagai selingan saja.
Songket Bungo Pacik
Gambar 4. Songket
Bungo Pacik (Sumber Kain Songket Indonesia
e. Songket Kombinasi
Pada
songket jenis ini merupakan kombinasi dari jenis-jenis songket diatas, misalnya
songket bungo Cina adalah gabungan songket tawur dengan songket bungo pacik
sedangkan songket bungo intan adalah gabungan antara songket tretes mender
dengan songket bungo pacik.
Songket Kombinasi Gambar 5.
Songket Kombinasi ( Sumber Zainal Songket
f. Songket Limar
Kain
songket ini tidak dibentuk oleh benang-benang tambahan seperti halnya pada
songket-songket lainnya. Motif kembang-kembangnya berasal dari benang-benang
pakan atau benang lungsi yang dicelup pada bagian-bagian tetentu sebelum
ditenun. Biasanya songket limar dikombinasikan dengan songket berkembang dengan
benang emas tawur hingga disebut songket limar tawur. Macam dari songket limar
diantaranya adalah jando berhias, jando pengantin serta kembang pacar.
Songket Limar Gambar6. Songket Limar
(Sumber Zainal Songket )
Untuk menguatkan dasar kain songket dalam penenunan benang emas atau benang perak, maka sering digunakan serat katun untuk lungsinya serta sutra untuk pakannya.
3. Macam-macam Motif Kain Songket
Walaupun
sejarah telah mencatat bagimana kain songket ini telah ada sejak zaman Kerajaan
Sriwijaya, namun ternyata kain songket Palembang tidak banyak mengalami
penambahan dalam hal motif.
Untuk
membuat motif pada kain songket, ada yang menggunakan motif benang emas penuh
dan ada yang kosong pada bagian tengahnya tetapi motifnya diberikan pada bagian
tepi kain. Untuk membuat satu jenis kain songket biasanya didalamnya bisa
terdapat dua atau tiga motif kain songket, sehingga untuk menghasilkan
perpaduan gambar yang indah dan menarik. Benang emas yang digunakan dalam kain
songket sangat bervariasi, dalam kain songket yang asli ( buatan zaman dahulu )
menggunakan benang emas cap jantung yang terbuat dari emas murni empat belas
karat disebut juga sebagai benang emas nomor satu. Benang emas seperti ini pada
saat sekarang ternyata sudah tidak diproduksi lagi, karena selain harganya
mahal. Benang emas untuk membuat kain songket sekarang ini biasanya menggunakan
kualitas nomor dua yaitu benang emas bangko yang cirinya berwarna agak
keperak-perakan dan bermanik seperti mutiara, kemudian benang emas nomor tiga
adalah benang emas sartubi yang warnanya keputih-putihan dan struktur benangnya
lebih halus, sedangkan benang emas dengan kualitas nomor empat adalah benang
emas mamilon yang cirinya berwarna kuning keemasan dan benangnya agak kasar.
Benang emas dengan kualitas biasa saja adalah benang emas jeli yang benangnya
agak kasar dan mudah putus.
Dengan
melihat bahan dasar yang digunakan untuk membuat motif kain songket, kita sudah
bisa mengetahui bahwa masyarakat pada masa itu sangat mengyukai keindahan yang
berbahan dasar dari emas. Untuk membuat hal seperti ini tentunya memerlukan
bahan dasar yang mencukupi di daerah pembuatanya, agar tidak menjadikan biaya
produksinya mahal. Maka untuk itu diperkirakan nusantara pada masa kerajaan
Sriwijaya kaya akan emas, hingga dipergunakan untuk membuat bahan pakaian
terbuat dari bahan yang dicampur dengan emas. Walau pun memang pakaian yang
menggunakan emas, kebanyakan dimiliki oleh kalangan bangsawan terutama.
4. Warna Kain Songket
Warna
yang digunakan untuk mewarnai kain songket didapat dari pewarna kesumbo untuk
warna hijau, ungu, merah anggur dan warna kuning dari kunyit sedangkan untuk
warna merah dengan menggunakan kulit kayu sepang yaitu kulit kayu dari pohon
sepang yang sudah tua. warna ungu dapat juga dihasilkan dari kulit buah
manggis. Semua yang digunakan untuk mewarnai kain songket ternyata berbahan
dasar dari alam, mereka berusaha memadukan warna ini sehingga menghasilkan
warna terang mencolok dan indah. Untuk membuat warna dalam kain tentunya
memerlukan pengetahuan yang tidak sembarangan, dimana dia harus mengolah bahan
dasar dari alam ini menjadi sebuah tinta.
Manusia
terkenal sebagai makhluk bersimbol, setiap tingkah laku dan perbuatannya penuh
dengan simbol-simbol tertentu, tidak terkecuali apa yang terdapat dalam warna
kain songket. Setiap warna yang terdapat dalam kain songket memiliki artinya
tersendiri yang dapat menunjukan status dari sipemakainya, bukan hanya status
kekayaan namun juga status sosial yang diantaranya adalah kain songket dengan
warna hijau, merah dan kuning dipakai oleh janda, sedangkan bila mereka ingin
menikah lagi maka mereka dapat menggunakan warna-warna yang terang atau cerah
(Suwarti Kartiwa: 35). Dalam kain songket tidak mempunyai patokan dalam hal
warna untuk satu jenis kain songket tertentu, karena pada kain songket yang
dipentingkan adalah pada jenis dan kegunaannya, dalam satu jenis kain songket
terdapat lebih dari satu warna sebagai penghias kain.
Lambang
Motif yang terdapat dalam Kain Songket Palembang
Seperti yang telah dikemukakan di atas, kalau hidup
manusia ini penuh dengan simbol-simbol, dalam kain songket ternyata mempunyai
arti perlambangan yang sakral dalam setiap coraknya dan dalam satu kain songket
terdapat motif, warna dan perlambangan berbeda sehingga menghasilkan perpaduan
yang indah. Lambang-lambang yang terdapat dalam kain songket dan penggunaannya
antara lain:
a. Motif bunga mawar dalam desain kain songket mempunyai arti perlambangan sebagai penawar malapetaka. Kain songket yang memiliki motif bunga mawar biasanya dipakai sebagai kelengkapan upacara cukur rambut bayi sebagai selimut dan kain gendongan. Kain songket dengan motif bunga mawar digunakan dengan harapan kehidupan si anak yang akan datang selalu terhindar dari bahaya dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
b. Motif bunga tanjung melambangkan keramah tamahan sebagai nyonya rumah juga sebagai lambang ucapan selamat datang. Kain songket yang memiliki motif bunga tanjung dipakai oleh nyonya rumah untuk menyambut tamu.
c. Motif bunga melati dalam desain kain songket melambangkan kesucian, keanggungan dan sopan santun. Kain songket yang memiliki motif bunga melati biasanya digunakan oleh gadis-gadis dalam lingkup kerajaan yang belum menikah karena motif bunga melati menggambarkan kesucian.
d. Motif pucuk rebung melambangkan harapan baik, karena bambu adalah pohon yang tidak mudah rebah oleh tiupan angin kencang. Motif pucuk rebung selalu ada dalam setiap kain songket sebagai kepala kain atau tumpal. Penggunaan motif pucuk rebung pada kain songket dimaksudkan agar sipemakai selalu mempunyai keberuntungan dan harapan baik dalam setiap langkah hidup.
Pada masa sekarang ini di Indonesia, arti dan perlambang
dalam motif kain tidak sedikit yang mengabaikannya, banyak dari mereka
mengindahkan semuanya itu. Apa yang ada dalam dalam motif kain ini sebenarnya
melambangkan sebuah do’a untuk sipemakainya, sebagai contoh motif pucuk rebung
memiliki arti agar sipemakai selalu berada dalam keberuntungan dalam hidupnya.
Apa yang ada dalam motif kain ini merupakan simbol dari harapan manusia itu
sendiri.
5. Simbol Status Sosial
Motif kain yang sering nampak dalam kain songket adalah
motif bunga, ini menandakan kedekatan dengan wanita. Seperti yang dikemukakan
oleh R.H.M Akib seperti dikutip oleh Suwarti Kartiwa (1996:34), bahwa kain
songket erat hubungannya dengan wanita dan didalamnya mencerminkan wanita. Hal
ini tampak dari dengan banyaknya motif bunga yang diterapkan dalam desain kain
songket dan kalau kemudian dalam adat terdapat pakaian yang dipakai oleh
laki-laki, maka itu adalah perkembangannya yang kemudian karena pada zaman
dahulu kain songket ditenun oleh para gadis sambil menunggu datangnya lamaran
dari pihak laki-laki.
Seperti halnya daerah-daerah lain, masyarakat Palembang memiliki keharusan untuk memakai kain songket dalam setiap upacara yang dilakukan (pakaian adat). Kain songket digunakan pada setiap upacara keagamaan, perkawinan ataupun upacara adat lainnya dan tidak untuk dipakai sehari-hari (Himpunan Wastraprema, 1976). Ini semua menandakan kalau kain songket tidak bisa dipakai sembarangan, karena di dalamnya mengandung makna-makna tertentu. Makna ini merupakan perlambang dari sipemakai. Sebagai contoh, pemakaian kain songket untuk upacara perkawinan berbeda dengan yang digunakan untuk upacara keagamaan dan upacara adat lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat pada warna merah cabe yang biasa dipakai oleh pengantin sedangkan untuk upacara adat lainnya bebas memilih motif dan warna. Dahulu pemakaian kain songket dibedakan antara untuk keluarga kerajaan, pegawai kerajaan, golongan bangsawan dan rakyat biasa. Perbedaan pemakaian kain songket penting karena dalam kain songket mempunyai motif-motif tersendiri yang menggambarkan kebesaran dan keagungan seseorang (pemakai).
Kepustakaan
Achmad Slamet. 1997. Gema Industri Kecil. Proyek Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil Khusus Ekonomi Golongan Lemah Departemen Perindustrian. Jakarta
Djamarin. dkk Tim Penyusun ITT Bandung. 1977. Pengetahuan Barang Tekstil. Bandung.
Himpunan Wastaprema. 1976. Kain Adat / tradition textiles. Jakarta.
Riyanti, Ade. 2005. "Makna Simbolis Kain Songket sebagai Simbol Status Sosial di Kelurahan Serengam 32, ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang. Sumatera Selatan". Skripsi. Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi.Suwarti, Kartiwa. 1980a. Songket Indonesia. Jakarta: Djambatan. _____ . 1998. Kain Songket Indonesia. Jakarta: Djambatan. Tim Penyusun Depdikbud. 1981 / 1982. Album Seni Budaya Sumatera Selatan. Jakarta. Tim Penyusun Depdikbud. Bagian Pembinaan Permuseuman Sumatera Selatan. 1995 / 1996. Kain Songket Palembang. Palembang. Tim Penulis Depdikbud Dinas Permuseuman Pembinaan Sumatera Selatan. 2000. Tenun Tradisional Sumatera Selatan. Jakarta. Tim Peneliti Museum Tekstil DKI Jakarta. 1982 / 1982. Pameran Kain Palembang. Jakarta: Djambatan. oleh : Tim Wacana Nusantara sumber : http://www.wacananusantara.org/content/view/category/2/id/539#
Seperti halnya daerah-daerah lain, masyarakat Palembang memiliki keharusan untuk memakai kain songket dalam setiap upacara yang dilakukan (pakaian adat). Kain songket digunakan pada setiap upacara keagamaan, perkawinan ataupun upacara adat lainnya dan tidak untuk dipakai sehari-hari (Himpunan Wastraprema, 1976). Ini semua menandakan kalau kain songket tidak bisa dipakai sembarangan, karena di dalamnya mengandung makna-makna tertentu. Makna ini merupakan perlambang dari sipemakai. Sebagai contoh, pemakaian kain songket untuk upacara perkawinan berbeda dengan yang digunakan untuk upacara keagamaan dan upacara adat lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat pada warna merah cabe yang biasa dipakai oleh pengantin sedangkan untuk upacara adat lainnya bebas memilih motif dan warna. Dahulu pemakaian kain songket dibedakan antara untuk keluarga kerajaan, pegawai kerajaan, golongan bangsawan dan rakyat biasa. Perbedaan pemakaian kain songket penting karena dalam kain songket mempunyai motif-motif tersendiri yang menggambarkan kebesaran dan keagungan seseorang (pemakai).
Kepustakaan
Achmad Slamet. 1997. Gema Industri Kecil. Proyek Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil Khusus Ekonomi Golongan Lemah Departemen Perindustrian. Jakarta
Djamarin. dkk Tim Penyusun ITT Bandung. 1977. Pengetahuan Barang Tekstil. Bandung.
Himpunan Wastaprema. 1976. Kain Adat / tradition textiles. Jakarta.
Riyanti, Ade. 2005. "Makna Simbolis Kain Songket sebagai Simbol Status Sosial di Kelurahan Serengam 32, ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang. Sumatera Selatan". Skripsi. Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi.Suwarti, Kartiwa. 1980a. Songket Indonesia. Jakarta: Djambatan. _____ . 1998. Kain Songket Indonesia. Jakarta: Djambatan. Tim Penyusun Depdikbud. 1981 / 1982. Album Seni Budaya Sumatera Selatan. Jakarta. Tim Penyusun Depdikbud. Bagian Pembinaan Permuseuman Sumatera Selatan. 1995 / 1996. Kain Songket Palembang. Palembang. Tim Penulis Depdikbud Dinas Permuseuman Pembinaan Sumatera Selatan. 2000. Tenun Tradisional Sumatera Selatan. Jakarta. Tim Peneliti Museum Tekstil DKI Jakarta. 1982 / 1982. Pameran Kain Palembang. Jakarta: Djambatan. oleh : Tim Wacana Nusantara sumber : http://www.wacananusantara.org/content/view/category/2/id/539#
1 komentar:
lengkap sekali info yang dibagikan membantu
Elever
Posting Komentar